JAKARTA (eNBe Indonesia) - Bank-Bank Sentral di dunia saat ini sedang mengkaji untuk menerbitkan mata uang digital sendiri (Central Bank Digital Currency). Isu CBDC juga menjadi salah satu isu yang dikedepankan jalur keuangan saat Presidensi G20 Indonesia kemarin.
"Rupiah Digital adalah suatu keniscayaan. Untuk transaksi keuangan di masa depan," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara Talk Shown 'Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital', Senin (5/12/22).
Perry menjelaskan bahwa Rupiah Digital' nantinya akan menjadi alat pembayaran yang sah. Sama dengan alat pembayaran lainnya yang berupa uang kertas maupun yang berbasis rekening.
Baca Juga: Prevalensi Stunting di Indonesia Menurun dalam Tiga Tahun
"Fitur-fitur yang ada di uang kertas sekarang, seperti gambar tokoh nasional dan kebudayaan juga ada di Rupiah Digital. Bedanya, Rupiah Digital itu bentuknya berupa data digital yang enkripsinya hanya BI yang tahu," ujar Perry Warjiyo.
Gubernur BI juga mengungkapkan sejumlah alasan mengapa BI akan menerbitkan Rupiah Digital. Pertama, BI merupakan satu-satunya institusi negara yang memiliki wewenang menerbitkan mata uang digital.
Kedua, BI ingin melayani masyarakat, baik yang membutuhkan uang kertas, uang berbasis rekening dan uang digital. Generasi milenial yang saat ini mendominasi era digital, akan membutuhkan Rupiah Digital.
Baca Juga: Piala Dunia 2022: Taklukkan Korsel 4-1, Brasil ke Perempat Final
Ketiga, mata uang digit dapat digunakan untuk kerjasama internasional. Dalam Presidensi G20 Indonesia, sudah disepakati pilihan-plihan desain CBDC bersama bank-bank sentral negara lainnya.
"Saat ini Indonesia sudah menerbitkan White Paper Digital Rupiah, yang menjadi bagian Proyek Garuda. Yaitu proyek yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi berbagai pilihan atas desain arsitektur Rupiah Digital," kata Perry Warjiyo menutup penjelasannya.***