• Kamis, 28 September 2023

Dewan Pers Sebut Media Digital Paling Banyak Melakukan Pelanggaran

- Rabu, 18 Januari 2023 | 11:38 WIB
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana saat acara jumpa pers pertama Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung Dewan Pers Jakarta.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana saat acara jumpa pers pertama Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung Dewan Pers Jakarta.

DEPOK (eNBe Indonesia) - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan media digital atau daring menjadi platform yang paling banyak melakukan pelanggaran dari keseluruhan kasus pers yang ditangani pihaknya sepanjang tahun 2022.

"Dari kasus yang kami selesaikan tersebut, platform yang banyak melanggar itu adalah media digital atau media online, berapa persen? Hampir 97 persen," kata Yadi dalam acara "Jumpa Pers Perdana Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, seperti dikutip Antara, Rabu (18/1).

Berdasarkan jenisnya, lanjut dia, pelanggaran verifikasi menjadi yang paling banyak dilanggar media digital tersebut.

Baca Juga: Kalah Adu Penalti, Napoli Tersingkir dari Ajang Piala Coppa Italia

Kedua, lanjut dia, pelanggaran berbentuk berita yang sifatnya hoaks atau fitnah. Ketiga, pelanggaran berbentuk berita yang melakukan provokasi seksual.

Ia pun menegaskan bahwa hoaks dan fitnah maupun karya jurnalistik yang bersifat "provokasi seksual" bukan termasuk produk pers.

"Ini adalah kelainan dari pada produk pers, dan kami anggap ini adalah bukan produk pers, ini adalah bisa merusak pers karena akan berdampak buruk bagi masyarakat," tuturnya.

Baca Juga: Gol Indah Elliot Antar Liverpool ke Putaran Empat Piala FA

Dewan Pers, ujarnya, dalam menghadapi karya jurnalistik yang bersifat "provokasi seksual" tidak akan menunggu adanya pengaduan, melainkan akan langsung pemanggilan dan memintanya untuk diturunkan atau take down.

"Kami meminta kepada rekan-rekan atau media pers yang masih ada karya-karyanya yang berbau provokasi seksual untuk di-take down karena konten tersebut jelas berdampak buruk," imbuhnya.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut, kata dia, menjadi catatan bagi insan pers untuk berbenah diri lantaran saat ini media saat ini memasuki era disrupsi teknologi digital.

Baca Juga: Lepas 12 Calon Jemaah Umroh, Ini yang dikatakan Wabup Ende Erikos Rede

"Media online adalah salah satu media yang betul-betul bisa menjangkau dengan cepat dan borderless itulah yang terjadi," ucapnya.

Ia pun mengajak seluruh insan pers untuk memproduksi konten-konten pemberitaan yang menginspirasi dan berdampak baik bagi publik dalam rangka menghadapi Pemilu 2024.

"Jadi konten-konten tersebut jelas harus kita pertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik jurnalistik dan tidak melanggar aturan," jelasnya.

Baca Juga: Mantan Pemain Timnas Bepe dan Ponaryo Masuk Bursa Calon Waketum PSSI

Secara keseluruhan, ia menyebut terjadi kenaikan kasus pers yang masuk ke Dewan Pers pada tahun 2022 bila dibandingkan tahun 2021.

"Untuk tahun 2022 kasus pers yang masuk ke Dewan Pers itu sekitar 691 kasus, ada peningkatan sedikit dibanding dengan tahun 2021 yaitu sekitar 621-an kalau tidak salah. Tapi untuk tingkat penyelesaiannya itu sekitar 96 persen atau di atas 630 kasus yang kita selesaikan," papar Yadi.***

Editor: Christianus Wai Mona

Sumber: antaranews.com

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X