Oleh Simon Pati Weking*)
KUNJUNGAN Presiden Timor Leste, Ramos Horta ke Indonesia menjadi menarik mengingat selama menjadi pejabat penting di Timor Leste baik sebagai menteri luar negeri, perdana menteri antar waktu, presiden periode pertama, Ramos Horta tidak pernah mengunjungi Indonesia.
Hal berkaitan erat dengan penyelesaian akhir persoalan pelanggaran HAM berat di Timor Timur oleh tentara dan polisi. Ini merupakan alasan politik Ramos Horta tidak pernah mengunjungi Indonesia sebelumnya.
Terpilih kembali untuk menjadi Presiden Timor Leste untuk kedua kali, Ramos Horta tersadarkan bahwa mengunjungi Indonesia adalah sebuah ‘keharusan politik’. Keharusan ini berlatarkan pada realitas Timor Leste saat ini.
Realitas keterbatasan Timor Leste dalam banyak dimensi kehidupan menenpatkan Indonesia sebagai mitra strategis dan cenderung dilihat sebagai tetangga ‘penyelamat’ bagi kondisi Timor Leste kekinian.
Kondisi geografis menempatkan Timor Leste terkurung di sudut seletan bentangan wilayah Indonesia. Posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Timor Leste jika mengabaikan Indonesia.
Presiden Ramos Horta dengan segala sikap politiknya terpaksa harus mengubahnya karena fakta tidak menuntungkan bagi Timor Leste jika Indonesia bersikap apatis. Ramos Horta pun kemudian mengubah haluan politiknya dengan berusaha menggapai Indonesia meski secara pemikiran politiknya, hal itu bertentangan.
Pertentangan antara pemikiran politik Ramos Horta dengan realitas politik Timor Leste memaksa Ramos Horta mengesampingkan pandangan politiknya tentang Indonesia. Pilihan tunggal ini diperkuat oleh pengalaman kegagalan Ramos Horta pada periode pertama kepresidenannya.
Meski sangat berambisi membangun kemitraan utama dengan China namun realitas di lapangan tidak mudah. China dengan pengalaman pada beberapa negara miskin di dunia dalam investasinya, menyadarkan kebijaksanaan politik dan ekonomi luar negerinya harus mempertimbangkan daya dukung ekonomi dan politik negara bersangkutan.
Timor Leste tidak menjadi prioritas China karena tidak memiliki keduanya secara potensial. Kesulitan ini mendorong Ramos Horta ke sudut yang semakin sempit untuk memulai pemerintahannya. Pada sudut sempit ini, Indonesia dilihat sebagai pintu ke luar bagi Timor Leste.
Upaya diplomasi termasuk kunjungan ke Indonesia dipandang sebagai langkah strategis dan taktis sekaligus bagi posisi politik dan perkembangan pembangunan multi dimensi di Timor Leste. Kemelut kehidupan ekonomi dan politik Timor Leste membuat proses keanggotaan dalam organisasi ASEAN masih tertunda.
ASEAN masih memiliki permasalahan dengan kemiskinan yang masih kuat di beberapa negara anggota. Keanggotaan Timor Leste dalam organisasi ini hanya menambah beban bagi ASEAN dan itu akan menghambat pergerakan negara-negara ASEAN sendiri.
Singapura dan Laos masih menolak keanggotaan Timor Leste karena kondisi ekonomi dan politik yang masih sangat labil. Indonesia dan negara anggota lainnya boleh mendukung permohonan keanggotaan oleh Timor Leste ke dalam ASEAN dengan pertimbangan persaudaraan –meskipun hal itu tidak rasional– namun keabsahan akan ditentukan oleh selluruh anggota.
Indonesia dalam posisi ini tidak akan mengambil resiko politik dan ekonomi bagi organisasi jika secara faktual memang Timor Leste belum layak menjadi anggota ASEAN.
Kenggotaan dalam organisasi ASEAN dewasan ini tidak ditentukan oleh posisi geografis an sich namun telah berkembang pada kemampuan potensial dan aktual negara calon anggota. ASEAN hingga kini tidak hanya memiliki persoalan kemiskinan negara anggotanya melainkan juga persoalan politik seperti di Myanmar.
Akan menambah permasalahan jika masuknya Timor Leste menjadi anggota baru dengan kondisi ekonomi negara masuk kategori miskin itu, diikuti pula dengan konflik politik dalam negeri.
Hal ini yang selama ini menjadi penghalang masuknya Timr Leste ke dalam ASEAN. Jika Ramos Horta memanfaatkan kepresidensian Indonesia atas ASEAN saat ini, dengan alasan persaudaraan negara wilayah ASEAN, secara politik dapat diterima.
Persoalannya akan mengemuka ketika organisasi ASEAN membahas keanggotaannya. Banyak variabel yang memang belum mampu dipenuhi Timor Leste. Hal ini berbeda sejarah ketika ASEAN terbentuk. Pembentukan ASEAN hanya berdasarkan pada peta geografis.
Alasan ini sudah tidak relevan dengan dinamika dan tantangan global saat ini. ASEAN sebagai organisasi kawasan masih bergelut dengan persoalannya sendiri di hadapan organisasi kawasan lainnya.
Kesulitan perkembangan anggota ASEAN juga disebabkan pertumbuhan ekonomi dan politik yang masih sering fluktuatif di antara negara-negara anggota. ASEAN sejak berdirinya hingga kini masih belum sanggup mencapai cita-citanya menjadikan negara-negara anggota sebagai negara damai, stabil dan sejahtera.
Beberapa anggota ASEAN justru harus berjuang melawan klaim China di Laut China Selatan. Bagaimana Timor Leste membantu ASEAN dalam kondisi ini jika kondisi Timor Leste sendiri masih sangat terbatas?
Kunjungan Ramos Horta ke Bogor pada prinsipnya dilihat sebagai ‘niat baik’ pemerintah Timor Leste membangun kemitraan dengan negara tetangga. Kesepakatan kerjasama dan rencana kerjasama ke depannya tetap mempertimbangkan kepentingan Indonesia.
Investasi Indonesia –swasta dan pemerintah– di berbagai bidang kerjasama patut mempertimbangkan potensi instabilitas politik dan ekonomi. Hal ini untuk menghindari kegagalan investasi bernilai besar di bidang-bidang strategis dan potensial.
Kegagalan China memperoleh keuntungan dari investasi di negara-negara miskin harus menjadi pelajaran bagi aliran modal Indonesia ke Timor Leste. Jangan sampai apa yang dialami China akan dialami juga oleh Indonesia di Timor Leste.
Kapasitas Timor Leste sebagai negara dapat dilihat secara jelas baik dari sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Apa yang dibanggakan Timor Leste dahulu sebelum kemerdekaan soal Timor Gap justru sekarang menjadi ancaman balik.
Sementara luas wilayah yang terbatas ini memastikan bahwa sektor pertanian dan perkebunan pun tidak sanggup menjadi andalah investasi di negara ini. Cadangan minyak Timor Gap yang terus menipis sudah mengkuatirkan masyarakat dan pemerintah Timor Leste.
Mereka harus mencari solusi secepat mungkin untuk mengatasi keterbatsan sector minyak untuk menghindari kegagalan membayar. Realitas Timor Leste saat ini bukan hal baru.
Banyak pengamat dan peneliti bahkan pemerintahan Portugal sendiri sudah menolak Timor Leste menjadi negara merdeka sebelum invasi Indonesia. Alasannya sederhana dan sangat faktual-rasional-realisitk.
Semua pertimbangan itu terkubur dalam mimpi para pemburu kemerdekaan di bawah slogal self-determination.
Ramos Horta dalam berbagai kampanyenya sendiri selama proses menuju perjanjian tripartid yang dikenal dengan New York Agreement pada 5 Mei 1999, selalu mengumandangkan bahwa Timor Timur tidak akan berhutang seperti Indonesia.
Ini pesan kunci Ramos Horta yang dicatat juga dalam berbagai media Indonesia. Pesan ini serta latar politik membuat Ramos Horta selama menjadi menlu, perdana menteri kemudian presidne periode pertama tidak pernah mengunjungi Indonesia.
Pesan kampanye politiknya dahulu telah menjadi pembatas gerak politiknya sendiri. Pesan itu sekrang menjadi bumerang politik bagi Ramos Horta. Ramos Horta harus menguburkan dalam-dalam pandangan politik-ekonominya Selma ini.
Pandangan pertama bahwa harus tetap melihat Indonesia sebagai pelaku pelanggaran HAM berat di Timor Timur dan kedua harus melihat Tmor Leste hidup tanpa berhutang seperti Indonesia.
Kunjungan ke Bogor dapat dilihat sebagai bukti Ramos Horta telah mengubah pandangannya tentang Indonesia. Dukungan berbagai lembaga HAM dan pemerhati HAM dunia tidak mengubah apa pun proses hukum yang sudah ditempuh Indonesia terkait pelanggaran HAM berat di Timor Yimur.
Pada aras pandangan lainnya, kesulitan meningkatkan volume hutang Timor Leste kepada IMF menyadarkan Ramos Horta bahwa Timor Leste hanya bisa hidup dengan hutang kepada pihak ketiga. Pembatasan volume hutang Timor Leste oleh IMF berkorelasi langsung dengan kemampuan membayar Timor Leste.
Keterbatasn ini memaksa Timor Leste harus mencari jalan ke luar seperti ke China. Kesulitan menggolkan kepentingan pinjaman kepada China dengan persyaratan yang ringan tidak terpenuhi sehingga kemitraan dengan Indonesia menjadi pilihan tunggal bagi Timor Leste dan Ramos Horta.
Membangun kemitraan dengan Indonesia yang intinya adalah peningkatan investasi Indonesia di Timor Leste merupakan, merupakan pukulan backlashes bagi kampanye Ramos Horta tentang Timor Timur tidak akan berhutang seperti Indonesia.
Tulisan ini tidak menegasikan kemajuan apa pun yang dicapai Timor Leste serta tidak menawarkan makna kunjungan Ramos Horta. Tulisan ini hanya merefleksikan realitas politik masa lalu sebagai konsiderans bagi kebijakan politik dan ekonomi ke depan dalam relasi bilateral dengan Timor Leste.***
*) Penulis adalah Pekerja Perdamaian – ITP Jakarta