DEPOK (eNBe Indonesia) - Menhan Prabowo dinilai melakukan blunder setelah tawaran proposal perdamaiannya untuk Ukraina dan Rusia menuai kritik keras terutama dari Ukraina.
Gagasan referendum dan zona demiliterisasi yang ditawarkan Prabowo dinilai sebagai ide aneh dan buruk yang bahkan oleh Ukraina disebut sebagai rencana yang datang dari Rusia, bukan Indonesia.
Maka, tak heran jika akhirnya Ukraina menolak mentah-mentah proposal perdamaian yang diusulkan Prabowo.
Baca Juga: Hari Ini Sidang Aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Lalu Lintas Depan PN Jakarta Timur Macet Total
Referendum Proposal perdamaian yang diusulkan Prabowo sebetulnya berangkat dari keprihatinannya atas dampak perang Ukraina dan Rusia terhadap kehidupan dunia.
Belum lagi, perang kedua negara berlangsung ketika dunia dihadapi dengan terus bermutasinya Covid-19.
Oleh karena itu, Prabowo mengusulkan Ukraina dan Rusia melakukan gencatan senjata. Tak hanya itu, Prabowo mendorong Ukraina dan Rusia mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata.
Baca Juga: Pemkab Manggarai Timur, NTT Kembali Gelar Festival Kopi Colol
Ia juga meminta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk pasukan perdamaian untuk ditempatkan di zona demiliterisasi.
"Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi," ucap Prabowo saat menjadi panelis pada pembahasan “Resolving Regional Tensions” dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura, dikutip Kompas.com, Kamis (8/6).
Tawaran perdamaian yang diajukan Prabowo langsung ditolak mentah-mentah oleh Ukraina. Menhan Ukraina Oleksii Reznikov menyebut proposal perdamaian tersebut aneh. Sebab, solusi yang ditawarkan Prabowo justru seperti rencana Rusia, bukan Indonesia. Oleh karena itu, Reznikov menegaskan, Ukraina tidak membutuhkan mediator yang datang dengan gagasan yang aneh.
Baca Juga: Kejagung Sita Tanah Tiga Bidang Milik Johnny G Plate di Labuan Bajo, NTT
"Kami tidak membutuhkan mediator ini datang kepada kami (dengan) rencana aneh ini," lanjutnya.
Kurang tepat Gagasan Prabowo terkait zona demiliterisasi guna mengakhiri perang Ukraina dan Rusia dinilai kurang tepat. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut gagasan tersebut seolah terdapat sengketa wilayah antara kedua negara.
"Mungkin yang kurang pas adalah ide zona demiliterisasi dan seolah ada sengketa wilayah antara Rusia dan Ukraina sehingga memunculkan ide referendum," ujar Hikmahanto.
Baca Juga: Kemenparekraf Kembali Gelar Festival Wolobobo di Kabupaten Ngada, NTT
Dalam menyikapi perang Ukraina dan Rusia, Hikmahanto mengatakan, Prabowo seharusnya menyampaikan bahwa perang harus dihentikan dengan mengedepankan dialog. Menurut dia, hal ini sebagaimana kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menyikapi perang Ukraina dan Rusia.
Kendati demikian, dorongan Prabowo supaya kedua negara menggelar gencatan senjata sudah tepat.
"Gencatan senjata ini harus diawasi dan dimonitor oleh PBB dalam bentuk peace keeping operations di mana Indonesia bersedia untuk berkontribusi," ujarnya.
Baca Juga: Bursa Transfer: Borussia Dortmund Umumkan Kepindahan Jude Bellingham ke Real Madrid
Ia menambahkan, Shangri-La Dialogue pada dasarnya bukan forum resmi pemerintah meskipun Prabowo hadir sebagai Menhan. Menurut dia, forum ini lebih merupakan academic exerxise karena yang hadir adalah pejabat dan pengamat. Dengan demikian, apa yang disampaikan Prabowo dalam forum ini dinilai bukan sebagai penentu kebijakan.
"Karena menurut Undang-Undang Hubungan Luar Negeri, penentu kebijakan luar negeri adalah Menlu," tegas dia. Oleh karena itu, Hikmahanto menegaskan, pernyataan Prabowo sudah tepat karena telah menggambarkan posisi Indonesia dalam menyikapi perang Ukraina dan Rusia.
"Menhan sudah tepat menggambarkan posisi Indonesia yang tidak mau membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak karena mencerminkan polurgi bebas aktif Indonesia," terang dia.
Baca Juga: Bursa Transfer: N'Golo Kante Segera Susul Karim Benzema Bergabung Dengan Klub Al-Ittihad
Sementara itu Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menyoroti salah satu bentuk penyelesaian perang yang ditawarkan Prabowo melalui jalan referendum.
Menurut dia, solusi tersebut merupakan gagasan buruk. Sebab, perang meletus karena invasi Rusia ke Ukraina. "Ini adalah bentuk invasi satu negara ke negara lain, bukan konflik internal," tegas Araf dalam siaran pers.
Selain buruk, gagasan referendum tersebut juga dinilai aneh. Hal ini mengingat Ukraina merupakan bangsa yang merdeka dan berdaulat sehingga gagasan referendum sebagai tawaran yang keliru. Araf mengatakan, konsep ini tidak sejalan dengan konstitusi yang menegaskan pentingnya Indonesia menghormati kedaulatan negara lain.
Baca Juga: Kalahkan Fiorentina 2-1, West Ham Raih Gelar Juara Liga Conference
Dengan demikian, usulan referendum oleh Prabowo bertentangan dengan konstitusi.
"Dalam kebijakan luar negari yang sesuai konstitusi maka kebijakan luar negeri kita harus menghormati kedaulatan negara lain dan perdamaian dunia," tegas Araf.
Ia menambahkan, konsep referendum yang diusulkan Prabowo tidak mencerminkan penghormatan hak asasi manusia (HAM). Selain itu, proposal tersebut juga disebut memperlihatkan minimnya wawasan internasional dari Prabowo.***
Artikel Terkait
Omong Kosong Pilpres: Elektabilitas Prabowo Teratas versi LSI, Didukung Pendukung Jokowi di Sumatera Utara
Survei Indikator Politik Tunjukkan Elektabilitas Prabowo Bersaing Ketat Dengan Ganjar, Anies di Posisi Ketiga
Omong Kosong Pilpres: Jajak Pendapat, Prabowo Makin Menjauh dari Ganjar, Anies Kian Melorot
Survei LSI Denny JA Bilang Prabowo Bakal Kalahkan Ganjar Bila Anies Tidak Jadi Maju Capres
Buntut Penolakan Proposal Perdamaian Rusia-Ukraina, Presiden Jokowi Akan Minta Penjelasan Menhan Prabowo